Selasa, 24 September 2019

Truk Membawa Tanah Urug Memicu Tabrakan Beruntun di tol Cileunyi




Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Perhubungan telah melakukan investigasi terkait penyebab kecelakaan di Tol Cipularang yang menyebabkan delapan orang meninggal. Hasil investigasi menyebutkan penyebab kecelakaan karena truk kelebihan muatan hingga 300 persen.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan, terdapat penambahan tinggi pada bak truk sehingga kapasitas angkut bertambah dari semestinya. Akibatnya, kelebihan muatan tanah truk itu mencapai 300 persen, dari yang seharusnya 12 ton menjadi 37 ton.

"Kemudian over loading-nya, ini kan antara operator truk dengan pemilik barang itu pesanannya. Satu mobil itu kelebihan logistiknya 300 persen dari muatannya," ujar Budi di Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (4/9).
Kecelakaan sebelumnya diduga bermula ketika sebuah truk mendadak terguling dan menutup badan jalan di Tol Cipularang kilometer 91 pada Senin (2/9) hingga menyebabkan tabrakan beruntun yang melibatkan 21 kendaraan.

Menurut Budi, kecelakaan itu dipicu rem blong karena kelebihan muatan.
Awalnya, terdapat truk lain yang akan menyalip truk di depannya. Namun truk itu akhirnya ikut mengerem mendadak hingga sama-sama terguling. Kedua truk itu disebut Budi berasal dari perusahaan yang sama yakni Hino.

"Tadi malam saya diskusi dengan teknisi dari Hino. Kalau mobil Hino, dinaiki dengan muatan seperti itu memang alat kerja remnya itu enggak maksimal, panas. Suatu saat panas itu bisa loss, enggak terkendali," katanya.

Budi menuturkan, truk yang kelebihan muatan tetap bisa dioperasikan. Hanya saja, risiko yang dihadapi sangat besar.

"Nah yang (truk) di belakang itu, mungkin begitu yang (truk) depan bermasalah remnya, akhirnya guling. Dua-duanya bermasalah menyangkut masalah remnya dan kelebihan muatan jadi nabrak semua di depan," ucap Budi.

Sebelumnya, kecelakaan beruntun yang terjadi di kilometer 91 Tol Cipularang melibatkan 21 kendaraan dari berbagai jenis pada Senin (2/9). Diduga, kecelakaan diakibatkan oleh truk yang terguling, sehingga kendaraan lain di jalur yang sama terkejut dan berhenti secara tiba-tiba. Delapan orang meninggal dunia dan 28 luka-luka.

Sebelumnya empat dari delapan korban meninggal dunia telah teridentifikasi yakni Dedi Hidayat (45) warga Kalibaru Barat, Cilincing, Jakarta Utara, Iwan (35) warga Kecamatan Sepatan Timur, Tangerang, Endi Budianto serta Hendra Cahya (64) warga Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Kamis, 05 September 2019

Warga 3 Dukuh di Kulonprogo Protes Penambangan Pasir di Sungai Progo



KULONPROGO, iNews.id - Ratusan warga dari tiga dukuh di Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kulonprogo menggeruduk balai desa, Senin (2/9/2019).

Mereka menuntut agar penambangan pasir menggunakan mesin sedot di sepanjang aliran Sungai Progo dihentikan karena merugikan masyarakat dan berpotensi menimbulkan bencana.

Massa mendatangi kantor balai desa dengan menggunakan puluhan sepeda motor dan mobil. Sambil kaus berseragam bertuliskan "Warga Banaran Tolak Sedot Pasir Illegal" mereka berorasi menolak aktivitas penambangan pasir.

Koordinator aksi, Agung Budi Prastawa mengatakan, aktivitas penambangan pasir dengan mesin sedot di Sungai Progo sudah berlangsung sejak 2019 lalu.

Warga tidak banyak mendapatkan keuntungan dan cenderung menanggung dampak negatif yang ditimbulkan.

Mulai dari kerusakan jalan, hingga sumur-sumur warga yang mengering hingga mampetnya saluran irigasi. “Sumur warga di dekat lokasi penambangan semuanya kering," katanya
Dampak penambangan juga menjadikan saluran irigasi menjadi mampet. Lahan pertanian kini menjadi kering dan tidak ada pasokan air.

Warga juga resah dengan adanya perubahan arah aliran di DAS Sungai Progo yang bergerak ke arah barat. Dikhawatirkan, ketika nanti ada banjir besar, justru akan menggerus lahan pekarangan. 

"Teknik dengan main sedot akan menimbulkan rongga yang bisa menjadikan lahan akan ambles," ucapnya.

Warga, kata dia, meminta pemerintah desa segera turun tangan menghentikan aktivitas penambangan pasir tersebut. Warga memberikan tenggang waktu satu bulan untuk beritndak. Jika tidak ada respons warga akan menggelar aksi yang lebih besar.

Menanggapi tuntutan warga, Kepala Desa Banaran Haryanta mengaku tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan aktivitas penambangan. Yang berhak adalah Balai Besar Wilayah Sungai Serayu dan Opak (BBWSO).

Meski begitu aspirasi dari masyarakat akan diteruskan kepada yang berwenang. “Kami siap mendukung dengan cara yang konstruktif, saya siap dampingi warga ke sana (BBWSO),” kata Haryanta.

Karena itu, dia meminta warga bersatu dan mendukung langkah penolakan mesin sedot, dengan mengumpulkan KTP. Setelah dokumennya lengkap, akan didampingi menyampaikan aspiraai ke BBWSO.

Kades mengaku tidak tahu persis berapa penambang yang menggunakan sistem sedot pasir. Tidak ada penambang yang melaporkan sistem penambangan mereka ke desa. “Kami (desa) hanya mendapatkan tembusan terkait perizinan,” ucapnya.

Harga Material alam Per September 2019

Harga Material alam Per September 2019

a. Pasir Merapi                 : 190,000/m3(1,000,000/rit) pasirjogja.blogspot.com(N)
b. Batu belah    : 190,000/m3(1,000,000/rit) pasirjogja.blogspot.com(N)
c. Urug sirtu : 650.000/rit pasirjogja.blogspot.com(N)
d. Split : 200.000/m3 pasirjogja.blogspot.com(N)
e. Batu bata  AT : 760/pcs jualbatubatamurah.blogspot.com(+)
f.  Batu bata grobogan      : 600/pcs jualbatubatamurah.blogspot.com(N)
g. Bata Jogja : 720/pcs jualbatubatamurah.blogspot.com(N)
h. Bata Ringan AAC         : 720/m3 (10,8) truk kecil bataringanhebeljogja.blogspot.com(+)
i. Bata Ringan AAC  : 680/m3 (47,52)tronton bataringanhebeljogja.blogspot.com(N)
j.  Mortar perekat : 75.000/sak bataringanhebeljogja.blogspot.com(N)
k. Batako                            : 3100/pcs(N)
m. buis beton besar           :73.000/pcs(N)


keterangan
N =Normal
+ =Naik
- = Turun

Harga tersebut franco Sleman utara ,untuk sleman selatan dan kota jogja ada penyesuaian harga

Seorang penambang di lereng Merapi tewas tertimpa longsoran batu



RADAR JOGJA – Kecelakaan tambang manual kembali terjadi di Sleman, Minggu (1/9). Lokasinya berada di aliran Sungai Boyong, Dusun Kalireso, Candibinangun, Pakem. Kejadian ini menewaskan seorang penambang akibat tertimpa longsoran batu besar.
Korban bernama Jumarno, 60, warga asli Temanggung yang sudah lama menetap di Kalireso. Korban ditemukan pertama oleh Samidi sekitar pukul 10.00. Berdasarkan pengakuan saksi yang diterima Kapolsek Pakem Kompol Haryanta,  saat itu saksi hendak mencari pasir.
Sesampai di lokasi, saksi melihat ada longsoran tebing baru. Suasana lokasi tambang juga sepi. Saksi lantas mencari rekannya yang biasa menambang di sana. Tak berselang lama, dia melihat rekannya sudah berada di bawah batu besar yang diperkirakan dari longsoran tebing setinggi empat meter. “Saat ditemukan korban tertimpa batu besar dan hanya terlihat sedikit saja,” ujar Haryanta.
Proses evakuasi memakan waktu cukup lama. Hampir dua jam untuk bisa mengeluarkan korban dari tindihan batu. Sebab, batu yang menimpa korban berukuran besar dan harus dipecah agar korban bisa keluar. “Dua jam kami lakukan evakuasi dengan memecah batu dibantu BPBD, Basarnas, TNI, SAR Linmas. Korban langsung dibawa ke RS Bhayangkara,” jelasnya.
Kapolsek  ini menduga peristiwa itu terjadi sebelum pukul 10.00. Sebab, biasanya para penambang pasir manual berangkat menambang dari pukul 06.00 hingga tengah hari. Hanya saja, saat itu korban menambang hanya seorang diri. Biasanya ada beberapa penambang yang ikut.
Cara menambang, lanjutnya, juga sangat berbahaya. Ini karena para penambang manual menambang di pinggiran tebing. Oleh karenanya, risiko longsor menjadi sangat tinggi. Di sepanjang aliran Sungai Boyong  selain di lokasi laka, juga ada penambang pasir dan batu di sisi selatan. “Memang ada (penambang), tapi tidak banyak,” beber Haryata.
Perwira menengah ini mengimbau kepada masyarakat agar tidak menambang pasir secara serampangan. Sebab, pada beberapa sisi tebing ada bekas longsoran. Bekas itu masih nampak pada tebing sisi timur. Pada tebing itu kontur tanah banyak yang labil. “Tanahnya udah gembur. Tebing itu sudah bahaya,” tegasnya.
Ke depan, lanjutnya, Polsek akan mengintensifkan patroli di lokasi tambang. Selain itu juga akan ada pelarangan penambang di daerah tersebut. “Ini berbahaya, jadi nanti akan kami larang,” tandasnya.
Dari pantauan Radar Jogja, baik tebing sisi kiri maupun kanan semua telah ditambang. Cara menambang juga terkesan serampangan. Para penambang mengeruk bagian bawah tebing untuk mendapatkan pasir. Bekas galian itu membuat semacam gua di bagian bawah tebing. Di dalamnya terisi air serta ada aliran air yang jika aliran air itu deras, bukan tidak mungkin ada longsor susulan.
Kejadian kecelakaan tambang di Sungai Boyong ternyata bukan kali ini terjadi. Menurut keterangan warga sekitar yang namanya enggan dikorankan, sebelumnya juga pernah terjadi kejadian serupa. “Dulu pernah ada, tapi sudah lama, kalau kejadian ini kali kedua,” ujarnya.
Dia juga menuturkan, para penambang di daerah tersebut kebanyakan warga dari luar daerah. Semuanya menambang dengan alat sederhana. “Kalau warga sini tidak ada yang mau menambang,”  bebernya. (har/laz)

Penambang di Lereng Merapi Tewas Tertimpa Batu


Sleman: Seorang penambang manual di aliran Sungai Boyong, lereng Gunung Merapi, Dusun Kalireso, Desa Candibinangun, Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, tewas akibat tertimpa longsoran batu besar, Minggu, 1 September 2019. Korban bernama Jumarno, 60, warga asli Temanggung, yang lama menetap di Kalireso, Candibinangun.
 
"Korban pertama kali, ditemukan Samidi sekitar pukul 10.00 WIB," kata Kapolsek Pakem Kompol Haryanta, melansir Antara.
 
Dia menerangkan dari penuturan saksi saat itu sedang mencari pasir di lokasi longsor. Namun ketika di lokasi saksi melihat ada longsoran tebing baru. Tidak berselang lama, saksi melihat rekannya sudah berada di bawah batu besar yang diduga berasal dari longsoran tebing setinggi empat meter.


"Saat ditemukan, korban dalam kondisi tertimpa batu besar dan hanya terlihat sedikit saja," ucapnya.
 
Ia mengatakan proses evakuasi memakan waktu dua jam untuk mengeluarkan korban. Karena batu yang menimpa korban berukuran besar dan harus dipecah.
 
"Selama dua jam kami melakukan evakuasi dengan memecah batu dibantu BPBD, Basarnas, TNI, SAR Linmas. Korban yang sudah meninggal dunia kemudian kami bawa ke RS Bhayangkara," tuturnya.
 
Haryanta menduga longsor terjadi sebelum pukul 10.00 WIB. Para penambang pasir manual biasanya berangkat menambang pukul 06.00 WIB hingga tengah hari.
 
"Hanya saja, saat itu korban saat menambang seorang diri. Padahal biasanya ada beberapa penambang yang ikut," ujarnya.
 
Ia menuturkan cara menambang manual yang dilakukan juga sangat berbahaya. Para penambang manual menambang di pinggiran tebing sehingga risiko longsor menjadi sangat tinggi.
 
"Di sepanjang aliran Sungai Boyong ini selain di lokasi laka, juga ada penambang pasir dan batu di sisi selatan," ungkapnya.
 
Haryanta menegaskan bakal melarang penambangan manual, lantaran kontur tanag labil dan sudah gembur. Selain itu di beberapa sisi tebing terdapat bekas longsoran.
 
"Bekas itu masih nampak pada tebing sisi timur. Pada tebing tersebut kontur tanah didominasi oleh tanah yang labil. Tanahnya sudah gembur. Tebing itu sudah bahaya," jelasnya.