Truk Material untuk Bandara NYIA Merusak Jalan-jalan di Kulon Progo
KOMPAS.com - Kerusakan jalan raya terdapat di banyak titik di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kerusakan jalan dinilai akibat truk bermuatan material tambang melebihi kapasitas maupun dimensi beroperasi di jalan yang bukan peruntukan kegiatan tambang. Kepala Dinas Perhubungan L Bowo Pristiyanto mengungkapkan, truk dari penambangan beroperasi tidak sesuai dokumen Upaya Kelola Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL/UPL) perusahaan itu sendiri. Di dalam dokumen terdapat rekomendasi jalan mana saja yang boleh dilintasi truk tersebut. "Memang ada kenakalan dari para driver truk untuk melintasi jalan yang tidak direkomendasi. Mereka beralasan untuk menyingkat waktu dan jarak," kata Bowo di kantornya, Jumat (5/4/2019). Aktivitas pertambangan mengalami masa puncak di Kulon Progo, utamanya seperti tanah urug, pasir, dan batu andesit. Pertambangan itu tersebar mulai dari Kalirejo dan Hargorejo di Kecamatan Kokap; Temon Wetan hingga Kulur di Kecamatan Temon; hingga Kecamatan Pengasih. Baca juga: Kemenhub Mulai Periksa Kelayakan Operasi Bandara NYIA Kulon Progo Bowo mengatakan, mayoritas truk membawa material itu untuk memenuhi kebutuhan pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA). "Kerangka (tujuannya) besarnya adalah untuk bandara (NYIA)," katanya. Dishub pernah menghitung 4.000 truk masuk ke proyek pembangunan NYIA dalam 1 hari di 2018. "Sekarang tentu bisa lebih," katanya. Jalan raya kabupaten memiliki kemampuan tidak besar. Jalan kabupaten hanya mampu menahan kendaraan dengan muatan 5-6 ton. Kenyataannya banyak kendaraan tambang dengan muatan 8-12 ton melintas di dalam kota. Tidak hanya itu, kadang didapati kendaraan roda 10 dengan kemampuan angkut bisa sampai 18 ton. Akibatnya, jalan desa dan kabupaten mengalami kerusakan parah di banyak lokasi. "Berbeda dengan jalan nasional yang mampu menahan beban kendaraan antara 30-35 ton," kata Bowo. Dishub patroli rutin Kadis Perhubungan Bowo mengatakan, pihaknya mengintensifkan patroli dan operasi rutin. Mereka menilang truk yang melanggar akibat tidak memiliki kelengkapan surat kendaraan, kelebihan muatan maupun dimensi kendaraan. Mereka juga memaksa truk untuk kembali ke jalan seharusnya maupun lewat jalur pemeriksaan. Walau begitu, upaya ini belum benar-benar efektif. Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kulon Progo mencatat kerusakan skala sedang hingga berat terjadi sebesar 35 persen dari kategori Jalan Lokal Primer I (LP I). Ruas jalan LP I sendiri sepanjang 636,025 kilometer. Sedangkan 40 persen jalan lokal primer II dari sepanjang 672,620 kilometer, mengalami kerusakan sedang maupun berat. Kepala DPUPKP Kulon Progo, Gusdi Hartono juga mengatakan bahwa kerusakan jalan disebabkan aktivitas truk tambang yang mayoritas menyuplai material ke NYIA. Penambang tidak memperhatikan jalur jalan yang boleh dilalui sesuai UKL UPL. Kerusakan jalan semakin melebar dan masyarakat merasa dirugikan. "Penambang tidak mengindahkan jalan direkomendasi, dengan alasan efisiensi ataupun menghindari pemeriksaan," kata Gusdi. Baca juga: Menteri BUMN: Bandara NYIA Bangkitkan Image Kulon Progo Kepala Dinas Lingkungan Hidup Arif Prastowo mengatakan, keluhan warga akibat jalan rusak mendominasi sejak pertambangan booming di Kulon Progo. Selain itu, memang ada keluhan karena kebisingan, persoalan sengketan maupun ganti rugi lahan, hingga pengawasan yang sulit. Pemerintah pun sudah menerbitkan 7 surat teguran resmi pada penambang yang dinilai nakal itu. "Belum sampai pada upaya paksaan agar penambang melakukan sesuatu karena keluhan warga itu," kata Arif. Ia mengatakan tidak tertutup kemungkinan upaya pemerintah bukan sekadar memberi teguran tertulis pada saatnya nanti. Ke depan, masih ada langkah lain seperti upaya paksa, hingga pembekuan izin maupun pencabutan izin kegiatan tambang.
Mereka juga memaksa truk untuk kembali ke jalan seharusnya maupun lewat jalur pemeriksaan. Walau begitu, upaya ini belum benar-benar efektif. Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kulon Progo mencatat kerusakan skala sedang hingga berat terjadi sebesar 35 persen dari kategori Jalan Lokal Primer I (LP I). Ruas jalan LP I sendiri sepanjang 636,025 kilometer. Sedangkan 40 persen jalan lokal primer II dari sepanjang 672,620 kilometer, mengalami kerusakan sedang maupun berat. Kepala DPUPKP Kulon Progo, Gusdi Hartono juga mengatakan bahwa kerusakan jalan disebabkan aktivitas truk tambang yang mayoritas menyuplai material ke NYIA. Penambang tidak memperhatikan jalur jalan yang boleh dilalui sesuai UKL UPL. Kerusakan jalan semakin melebar dan masyarakat merasa dirugikan. "Penambang tidak mengindahkan jalan direkomendasi, dengan alasan efisiensi ataupun menghindari pemeriksaan," kata Gusdi. Baca juga: Menteri BUMN: Bandara NYIA Bangkitkan Image Kulon Progo Kepala Dinas Lingkungan Hidup Arif Prastowo mengatakan, keluhan warga akibat jalan rusak mendominasi sejak pertambangan booming di Kulon Progo. Selain itu, memang ada keluhan karena kebisingan, persoalan sengketan maupun ganti rugi lahan, hingga pengawasan yang sulit. Pemerintah pun sudah menerbitkan 7 surat teguran resmi pada penambang yang dinilai nakal itu. "Belum sampai pada upaya paksaan agar penambang melakukan sesuatu karena keluhan warga itu," kata Arif. Ia mengatakan tidak tertutup kemungkinan upaya pemerintah bukan sekadar memberi teguran tertulis pada saatnya nanti. Ke depan, masih ada langkah lain seperti upaya paksa, hingga pembekuan izin maupun pencabutan izin kegiatan tambang.
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar