RADAR JOGJA – Kecelakaan tambang manual kembali terjadi di Sleman, Minggu (1/9). Lokasinya berada di aliran Sungai Boyong, Dusun Kalireso, Candibinangun, Pakem. Kejadian ini menewaskan seorang penambang akibat tertimpa longsoran batu besar.
Korban bernama Jumarno, 60, warga asli Temanggung yang sudah lama menetap di Kalireso. Korban ditemukan pertama oleh Samidi sekitar pukul 10.00. Berdasarkan pengakuan saksi yang diterima Kapolsek Pakem Kompol Haryanta, saat itu saksi hendak mencari pasir.
Sesampai di lokasi, saksi melihat ada longsoran tebing baru. Suasana lokasi tambang juga sepi. Saksi lantas mencari rekannya yang biasa menambang di sana. Tak berselang lama, dia melihat rekannya sudah berada di bawah batu besar yang diperkirakan dari longsoran tebing setinggi empat meter. “Saat ditemukan korban tertimpa batu besar dan hanya terlihat sedikit saja,” ujar Haryanta.
Proses evakuasi memakan waktu cukup lama. Hampir dua jam untuk bisa mengeluarkan korban dari tindihan batu. Sebab, batu yang menimpa korban berukuran besar dan harus dipecah agar korban bisa keluar. “Dua jam kami lakukan evakuasi dengan memecah batu dibantu BPBD, Basarnas, TNI, SAR Linmas. Korban langsung dibawa ke RS Bhayangkara,” jelasnya.
Kapolsek ini menduga peristiwa itu terjadi sebelum pukul 10.00. Sebab, biasanya para penambang pasir manual berangkat menambang dari pukul 06.00 hingga tengah hari. Hanya saja, saat itu korban menambang hanya seorang diri. Biasanya ada beberapa penambang yang ikut.
Cara menambang, lanjutnya, juga sangat berbahaya. Ini karena para penambang manual menambang di pinggiran tebing. Oleh karenanya, risiko longsor menjadi sangat tinggi. Di sepanjang aliran Sungai Boyong selain di lokasi laka, juga ada penambang pasir dan batu di sisi selatan. “Memang ada (penambang), tapi tidak banyak,” beber Haryata.
Perwira menengah ini mengimbau kepada masyarakat agar tidak menambang pasir secara serampangan. Sebab, pada beberapa sisi tebing ada bekas longsoran. Bekas itu masih nampak pada tebing sisi timur. Pada tebing itu kontur tanah banyak yang labil. “Tanahnya udah gembur. Tebing itu sudah bahaya,” tegasnya.
Ke depan, lanjutnya, Polsek akan mengintensifkan patroli di lokasi tambang. Selain itu juga akan ada pelarangan penambang di daerah tersebut. “Ini berbahaya, jadi nanti akan kami larang,” tandasnya.
Dari pantauan Radar Jogja, baik tebing sisi kiri maupun kanan semua telah ditambang. Cara menambang juga terkesan serampangan. Para penambang mengeruk bagian bawah tebing untuk mendapatkan pasir. Bekas galian itu membuat semacam gua di bagian bawah tebing. Di dalamnya terisi air serta ada aliran air yang jika aliran air itu deras, bukan tidak mungkin ada longsor susulan.
Kejadian kecelakaan tambang di Sungai Boyong ternyata bukan kali ini terjadi. Menurut keterangan warga sekitar yang namanya enggan dikorankan, sebelumnya juga pernah terjadi kejadian serupa. “Dulu pernah ada, tapi sudah lama, kalau kejadian ini kali kedua,” ujarnya.
Dia juga menuturkan, para penambang di daerah tersebut kebanyakan warga dari luar daerah. Semuanya menambang dengan alat sederhana. “Kalau warga sini tidak ada yang mau menambang,” bebernya. (har/laz)
Korban bernama Jumarno, 60, warga asli Temanggung yang sudah lama menetap di Kalireso. Korban ditemukan pertama oleh Samidi sekitar pukul 10.00. Berdasarkan pengakuan saksi yang diterima Kapolsek Pakem Kompol Haryanta, saat itu saksi hendak mencari pasir.
Sesampai di lokasi, saksi melihat ada longsoran tebing baru. Suasana lokasi tambang juga sepi. Saksi lantas mencari rekannya yang biasa menambang di sana. Tak berselang lama, dia melihat rekannya sudah berada di bawah batu besar yang diperkirakan dari longsoran tebing setinggi empat meter. “Saat ditemukan korban tertimpa batu besar dan hanya terlihat sedikit saja,” ujar Haryanta.
Proses evakuasi memakan waktu cukup lama. Hampir dua jam untuk bisa mengeluarkan korban dari tindihan batu. Sebab, batu yang menimpa korban berukuran besar dan harus dipecah agar korban bisa keluar. “Dua jam kami lakukan evakuasi dengan memecah batu dibantu BPBD, Basarnas, TNI, SAR Linmas. Korban langsung dibawa ke RS Bhayangkara,” jelasnya.
Kapolsek ini menduga peristiwa itu terjadi sebelum pukul 10.00. Sebab, biasanya para penambang pasir manual berangkat menambang dari pukul 06.00 hingga tengah hari. Hanya saja, saat itu korban menambang hanya seorang diri. Biasanya ada beberapa penambang yang ikut.
Cara menambang, lanjutnya, juga sangat berbahaya. Ini karena para penambang manual menambang di pinggiran tebing. Oleh karenanya, risiko longsor menjadi sangat tinggi. Di sepanjang aliran Sungai Boyong selain di lokasi laka, juga ada penambang pasir dan batu di sisi selatan. “Memang ada (penambang), tapi tidak banyak,” beber Haryata.
Perwira menengah ini mengimbau kepada masyarakat agar tidak menambang pasir secara serampangan. Sebab, pada beberapa sisi tebing ada bekas longsoran. Bekas itu masih nampak pada tebing sisi timur. Pada tebing itu kontur tanah banyak yang labil. “Tanahnya udah gembur. Tebing itu sudah bahaya,” tegasnya.
Ke depan, lanjutnya, Polsek akan mengintensifkan patroli di lokasi tambang. Selain itu juga akan ada pelarangan penambang di daerah tersebut. “Ini berbahaya, jadi nanti akan kami larang,” tandasnya.
Dari pantauan Radar Jogja, baik tebing sisi kiri maupun kanan semua telah ditambang. Cara menambang juga terkesan serampangan. Para penambang mengeruk bagian bawah tebing untuk mendapatkan pasir. Bekas galian itu membuat semacam gua di bagian bawah tebing. Di dalamnya terisi air serta ada aliran air yang jika aliran air itu deras, bukan tidak mungkin ada longsor susulan.
Kejadian kecelakaan tambang di Sungai Boyong ternyata bukan kali ini terjadi. Menurut keterangan warga sekitar yang namanya enggan dikorankan, sebelumnya juga pernah terjadi kejadian serupa. “Dulu pernah ada, tapi sudah lama, kalau kejadian ini kali kedua,” ujarnya.
Dia juga menuturkan, para penambang di daerah tersebut kebanyakan warga dari luar daerah. Semuanya menambang dengan alat sederhana. “Kalau warga sini tidak ada yang mau menambang,” bebernya. (har/laz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar