KULONPROGO, iNews.id - Ratusan warga dari tiga dukuh di Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kulonprogo menggeruduk balai desa, Senin (2/9/2019).
Mereka menuntut agar penambangan pasir menggunakan mesin sedot di sepanjang aliran Sungai Progo dihentikan karena merugikan masyarakat dan berpotensi menimbulkan bencana.
Massa mendatangi kantor balai desa dengan menggunakan puluhan sepeda motor dan mobil. Sambil kaus berseragam bertuliskan "Warga Banaran Tolak Sedot Pasir Illegal" mereka berorasi menolak aktivitas penambangan pasir.
Koordinator aksi, Agung Budi Prastawa mengatakan, aktivitas penambangan pasir dengan mesin sedot di Sungai Progo sudah berlangsung sejak 2019 lalu.
Warga tidak banyak mendapatkan keuntungan dan cenderung menanggung dampak negatif yang ditimbulkan.
Mulai dari kerusakan jalan, hingga sumur-sumur warga yang mengering hingga mampetnya saluran irigasi. “Sumur warga di dekat lokasi penambangan semuanya kering," katanya
Mereka menuntut agar penambangan pasir menggunakan mesin sedot di sepanjang aliran Sungai Progo dihentikan karena merugikan masyarakat dan berpotensi menimbulkan bencana.
Massa mendatangi kantor balai desa dengan menggunakan puluhan sepeda motor dan mobil. Sambil kaus berseragam bertuliskan "Warga Banaran Tolak Sedot Pasir Illegal" mereka berorasi menolak aktivitas penambangan pasir.
Koordinator aksi, Agung Budi Prastawa mengatakan, aktivitas penambangan pasir dengan mesin sedot di Sungai Progo sudah berlangsung sejak 2019 lalu.
Warga tidak banyak mendapatkan keuntungan dan cenderung menanggung dampak negatif yang ditimbulkan.
Mulai dari kerusakan jalan, hingga sumur-sumur warga yang mengering hingga mampetnya saluran irigasi. “Sumur warga di dekat lokasi penambangan semuanya kering," katanya
Dampak penambangan juga menjadikan saluran irigasi menjadi mampet. Lahan pertanian kini menjadi kering dan tidak ada pasokan air.
Warga juga resah dengan adanya perubahan arah aliran di DAS Sungai Progo yang bergerak ke arah barat. Dikhawatirkan, ketika nanti ada banjir besar, justru akan menggerus lahan pekarangan.
"Teknik dengan main sedot akan menimbulkan rongga yang bisa menjadikan lahan akan ambles," ucapnya.
Warga, kata dia, meminta pemerintah desa segera turun tangan menghentikan aktivitas penambangan pasir tersebut. Warga memberikan tenggang waktu satu bulan untuk beritndak. Jika tidak ada respons warga akan menggelar aksi yang lebih besar.
Menanggapi tuntutan warga, Kepala Desa Banaran Haryanta mengaku tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan aktivitas penambangan. Yang berhak adalah Balai Besar Wilayah Sungai Serayu dan Opak (BBWSO).
Meski begitu aspirasi dari masyarakat akan diteruskan kepada yang berwenang. “Kami siap mendukung dengan cara yang konstruktif, saya siap dampingi warga ke sana (BBWSO),” kata Haryanta.
Karena itu, dia meminta warga bersatu dan mendukung langkah penolakan mesin sedot, dengan mengumpulkan KTP. Setelah dokumennya lengkap, akan didampingi menyampaikan aspiraai ke BBWSO.
Kades mengaku tidak tahu persis berapa penambang yang menggunakan sistem sedot pasir. Tidak ada penambang yang melaporkan sistem penambangan mereka ke desa. “Kami (desa) hanya mendapatkan tembusan terkait perizinan,” ucapnya.
Warga juga resah dengan adanya perubahan arah aliran di DAS Sungai Progo yang bergerak ke arah barat. Dikhawatirkan, ketika nanti ada banjir besar, justru akan menggerus lahan pekarangan.
"Teknik dengan main sedot akan menimbulkan rongga yang bisa menjadikan lahan akan ambles," ucapnya.
Warga, kata dia, meminta pemerintah desa segera turun tangan menghentikan aktivitas penambangan pasir tersebut. Warga memberikan tenggang waktu satu bulan untuk beritndak. Jika tidak ada respons warga akan menggelar aksi yang lebih besar.
Menanggapi tuntutan warga, Kepala Desa Banaran Haryanta mengaku tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan aktivitas penambangan. Yang berhak adalah Balai Besar Wilayah Sungai Serayu dan Opak (BBWSO).
Meski begitu aspirasi dari masyarakat akan diteruskan kepada yang berwenang. “Kami siap mendukung dengan cara yang konstruktif, saya siap dampingi warga ke sana (BBWSO),” kata Haryanta.
Karena itu, dia meminta warga bersatu dan mendukung langkah penolakan mesin sedot, dengan mengumpulkan KTP. Setelah dokumennya lengkap, akan didampingi menyampaikan aspiraai ke BBWSO.
Kades mengaku tidak tahu persis berapa penambang yang menggunakan sistem sedot pasir. Tidak ada penambang yang melaporkan sistem penambangan mereka ke desa. “Kami (desa) hanya mendapatkan tembusan terkait perizinan,” ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar